Selasa, 19 Juni 2012

keajaiban matematika

‎1 x 8 + 1 = 9
12 x 8 + 2 = 98
123 x 8 + 3 = 987
1234 x 8 + 4 = 9876
12345 x 8 + 5 = 98765
123456 x 8 + 6 = 987654
1234567 x 8 + 7 = 9876543
12345678 x 8 + 8 = 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321

1 x 9 + 2 = 11
12 x 9 + 3 = 111
123 x 9 + 4 = 1111
1234 x 9 + 5 = 11111
12345 x 9 + 6 = 111111
123456 x 9 + 7 = 1111111
1234567 x 9 + 8 = 11111111
12345678 x 9 + 9 = 111111111
123456789 x 9 + 10 = 1111111111

9 x 9 + 7 = 88
98 x 9 + 6 = 888
987 x 9 + 5 = 8888
9876 x 9 + 4 = 88888
98765 x 9 + 3 = 888888
987654x 9 + 2 = 8888888
9876543 x 9 + 1 = 88888888
98765432 x 9 + 0 = 888888888

hebatkan?
coba lihat simetri ini :

1 x 1 = 1
11 x 11 = 121
111 x 111 = 12321
1111 x 1111 = 1234321
11111 x 11111 = 123454321
111111 x 111111 = 12345654321
1111111 x 1111111 = 1234567654321
11111111 x 11111111 = 123456787654321
111111111 x 111111111 = 12345678987654321

kurang hebat,,,,
sekarang lihat ini

jika 101% dilihat dari sudut pandangan matematika, apakah ia sama dengan 100%, atau ia lebih dari 100%?
kita selalu mendengar orang berkata dia bisa memberi lebih dari 100%, atau kita selalu dalam situasi dimana seseorang ingin kita memberi 100% sepenuhnya.
bagaimana bila ingin mencapai 101%?
apakah nilai 100% dalam hidup?
mungkin sedikit formula matematika dibawah ini dapat membantu memberi
jawabannya.

jika a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z

disamakan sebagai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

maka, kata 'kerja keras' bernilai :
11 + 5 + 18 + 10 + 1 + 11 + 5 + 18 + 1 + 19 = 99%

hard work
8 + 1 + 18 + 4 + 23 + 15 + 18 + 11 = 99%

knowledge
11 + 14 + 15 + 23 + 12 + 5 + 4 + 7 + 5 = 96%

attitude
1 + 20 + 20 + 9 + 20 + 21 + 4 + 5 = 100%

sikap diri atau 'attitude' adalah perkara utama untuk mencapai 100% dalam hidup kita. jika kita kerja keras sekalipun tapi tidak ada 'attitude' yang positif didalam diri, kita masih belum mencapai 100%.

tapi, 'love of god'
12 + 15 + 22 + 5 + 15 + 6 + 7 + 15 + 4 = 101%

atau, 'sayang allah'
19 + 1 + 25 + 1 + 14 + 7 + 1 + 12 + 12 + 1 + 8 = 101%

Jumat, 08 Juni 2012

keraguan

aku tak mengerti dengan segala yang terjadi
semua berubah hingga ragu menyelimuti hati
seakan tak percaya akan takdir yang dijalani

aku pernah menanti
meski bosan merayu-rayu dalam sepi
menyita perhatian yang tak pernah ku beri
seraya harap hanya sebuah hayal semu

terus mencoba yakinkan hati
yang tak mengerti perubahan yang terjadi

terimakasih untuk hati yang telah menyakiti
menggores luka di atas luka abadi
yang tak akan pernah terobati

sebuah penantian

Mentari mulai kembali kepada peraduanya. Senja yang hening menemani jalan Mita menuju tempat ia kos di Malang. Mahasiswi jurusan pendidikan agama di salah satu perguruan tinggi swasta itu memang selalu pulang dengan berjalan kaki dari kampus tempat ia menuntut ilmu.
Sesampainya di kamar kos Mita segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memeriksa beberapa pesan di handfond miliknya. Matanya tertuju pada sebuah pesan “hai mit, sedang apa?kapan kamu pulang?”. Sebuah pesan dari Adit salah seorang sahabatnya itu mampu memecah sejenak fikirannya.
Dengan segera ia membalas pesan itu “lagi tiduran aja ni di kamar.kamu sendiri?bsok q pulg, bareng yuk.”. Mulailah percakapan lewat pesan yang membuat Mita sejenak melupa akan letih yang dirasa. Hingga letih mengantar kepada peraduan.
* * *
Hari yang melelahkan membuat jalan kota Malang menjadi tambah panas terkena  teriknya matahari. Mita mulai tak sabar menanti angkot yang akan membawanya menuju tanah kelahirannya. Tak lupa ia menanyakan apakah Adit juga akan pulang. Mereka bertemu di terminal dan bersama menuju kampung halaman.
Bus kota menuju Surabaya yang mereka naiki melaju dengan kencang. Sepanjang perjalanan mereka diiringi dengan tawa dan canda. Hingga sebuah pertanyaan yang cukup mengagetkan terlontar dari mulut Adit. “Gimana kamu dengan Eric?”
“Hmmm, aku uda gak ama dia.” Jawab singkat dari Mita.
“Kenapa?”
“Tau lah. Gak usah bahas tentang dia.” Mita berusaha menghindar.
Suasana seketika menjadi hening dengan kebisuan mereka. Sejenak Mita ingin Adit bisa menenangkan ia. Namun perasaan itu ia urungkan. Suasana kaku bergtahan hingga mereka sampai tempat tujuan. Sampai akhirnya Adit memberanikan diri untuk berkata. “Besok aku kerumah ya? Kita jalan-jalan kemana gitu. Jangan sedih terus. masih ada aku kan, sahabatmu ini.”
“Terserah kamu aja lah. Tapi agak siangan aja, pagi aku sibuk, banyak pekerjaan.”
“Oke lah. Sampai ketemu besok ya” Sambil berlalu menuju rumahnya.
Meski terasa kaku perpisahan saat itu. namun, Mita sebenarnya berharap lebih dari sekedar perkataan Adit itu. Meski dongkol dengan kelakuan Adit ia tak pernah bisa benar-benar marah kepadanya. Setelah Adit berlalu, Mita pun bergegas untuk pulang.
* * *
Tak terasa hari pun telah berganti. Langit yang cerah menyelimuti pagi itu. Ditemani pekerjaan rumah sangat banyak Mita menjalani hari itu. Tiba-tiba sesosok lelaki yang taka sing dalam kehidupan Mita datang kerumahnya. Kaget karena ia tak menyangka lelaki itu masih berani muncul menemuinya.
Dengan gemetar sosok lelaki itu berkata “Maafin aku Mit, aku bener-bener hilaf ninggalin kamu.”
“Terus kenapa?” jawabnya ketus.
“Jujur aku masih sayang sama kamu.”
“Kalau saying kenapa kamu tinggalin aku? Kamu tau betapa sakitnya aku kamu tinggalin gitu aja? Sekarang dengan enaknya kamu bilang masih sayang.” Jawabnya dengan emosi.
“Maaf bila kamu sudah tak percaya sama aku, tapi jujur aku hilaf nglakuin itu. Kalau memang ada kesempatan lagi untukku. Aku janji gak akan nglakuin kesalahan itu lagi.”
Eric sosok lelaki yang sebenarnya tak pernah ia harap untuk datang disaat itu. Lelaki yang baru meninggalkannya. Tak dapat dipungkiri Mita tak tega melihat Eric seperti itu. Namun, perbuatannya membuat secuil keraguan muncul dan menakuti hati Mita.
Fikiran Mita  berkecamuk mendengar perkataan Eric. Meski dalam hati orang yang sangat ia harapkan untuk ada di sana ialah Adit. Terlalu lama Mita menunggu Adit, yang tak kunjung berani menyatakan ketulusan padanya. Dengan sedikit dorongan kepercayaan yang tiba-tiba muncul akhirnya Mita memaafkan Eric.
* * *
Waktu begitu cepat berlalu hingga tak terasa Adit sudah berdiri di depan pintu Mita. Tak sengaja melihat Erik yang dari pagi telah berada disana. Sedikit ragu menghampiri hati. Namun segera ia tepis segala keraguan itu dan melangkahkan kakinya menyusuri halaman untuk menghampiri mereka.
“Hai.” Sapanya singkat.
“Ada apa Dit? Tumben kamu kesini?” Tanya Eric.
“Kamu tuh yang tumben. Kata Mita kamu kemaren.” Perkataan Adit terhenti oleh selaan Eric. “Iya kemarin aku hilaf mutusin ia.” Sambil melihat Mita. “Tapi sekarang aku sudah sadar kok, kalau dia tak sepantasnya aku sakiti.”
“Jadi sekarang.” Adit mencoba mencari kejelasan.
“Iya aku sudah baikan sama Mita.” Jawab Eic singkat.
“Hmmm. ya sudah deh, Selamat, jaga dia baik-baik. Aku ganggu gak?”
“Gak ganggu kok.” Segera Mita menyela pembicaraan itu..
“O iya, ada apa kamu kesini?” kembali Eric bertanya pada Adit.
Adit pun akhirnya menjelaskan maksudnya berkunjung ke rumah Mita. Tak lama setelah itu mereka bertiga pergi menuju sebuah tempat wisata tak jauh dari rumah Mita. Meski sakit yang dirasakan Adit waktu itu, ia tetap berusaha bahagia melihat kedua sahabatnya itu baikan.
Suasana yang sangat membosankan dihadapan Adit waktu itu. tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. kesalahannya juga karena tak segera menyatakan perasaannya kepada Mita.
* * *
Hari-hari terasa begitu cepat berlalu dirasakan Mita. Hingga tak terasa tiba hari pertunangannya dengan Eric. Bahagia, mungkin itu tak terlalu ia rasakan. Karena sesungguhnya orang yang paling ia harapkan ialah Adit. Orang yang selalu menemaninya saat ia sedih. Namun, hingga saat ini tak ada sepatah kata pun dari Adit tentang perasaannya pada Mita.
Hari itu Eric datang bersama keluarga besarnya ke rumah Mita. Adit pun ikut karena ajakan Eric yang tak mungkin berani ia tolak. Meski ia tahu bahwa tak mungkin ia bisa melihat orang yang ia sayangi bertunangan dengan orang lain.
Menyesal? Tak mungkin saat itu ia ungkapkan. Karena memang semua merupakan kesalahannya. Adit hanya bisa tersenyum melihat kedua sahabatnya itu bahagia. Dan hanya itulah yang sampai saat ini membuat Adit tetap kuat.
* * *
Terdengar bel pintu rumah Adit bordering. Segera ia bangun dari tempat tidur seraya berlari menuju pintu. Kaget ia melihat orang yang ada dihadapannya.
“Baru bangun Dit?” Sapa Mita seketika menyadarkannya.
“Iya ni, habis semalem capek banget. Kerjaan numpuk.” Seraya tersenyum kecil.
“Gak di persilahkan masuk ni aku?”
“Sampai lupa, iya silahkan masuk.” Seraya menunjuk kursi-kursi yang tertata di ruang tamu. “Mau minum apa?”
“Gak usah deh, aku gak akan lama-lama kok.” Sambil mengeluarkan sepucuk undangan dari tas yang ia bawa. “Hadir ya di acara pernikahan ku?”
“Pasti aku datang, kamu kan sahabat baik ku. Mana mungkin aku gak datang” jawabnya.
“Jujur Dit. kamu sayang gak sama aku?”
Terkejut Adit dengan pertanyaan itu. Hingga ia tak kuasa mengucap sepatah katapun. Bagai di hujam ribuan pedang tajam ia berusaha tegar. Meski tak dapat ia pungkiri perasaan yang selama ini ia pendam.
“Kenapa kamu tanya gitu?” Adit mencoba berkata.
“Aku tak tahu. Aku hanya ingin bertanya dan memastikan apa yang kamu rasa.”
“Kamu sudah punya Eric di sampingmu. Dan ia begitu menyayangimu.” Adit yang kala itu erusaha mengalihkan pembicaraan.
Suasana menjadi hening. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kedua insan itu. Hanya diam yang bisa mereka lakukan. Hingga akhirnya Adit masuk dan kembali membawa dua gelas minuman.
“Silahkan diminum.” Seraya memberikan minuman yang ia bawa.
“Aku sayang kamu Dit.” Sebuah kata yang sudah sekian lama terpendam. Akhirnya mengalir deras dari tak dapat dibendung oleh Mita.
Kembali Adit hanya bisa terdiam terpaku mendengar perkataan Mita itu. Ia tak tahu harus berkata apa? Dalam hatinya ia juga menyayangi Mita. Namun, tak mungkin ia menjawab demikian. Karna hari pernikahan Mita dengan Eric sudah teramat dekat. Ia tak mau merusak hubungan yang telah terjalin antara mereka.
“Kenapa kau diam Dit.” Tanya mita mencari kejelasan.
“Aku tak tahu harus menjawab apa. Kau adalah sahabat baik ku. Dan sebentar lagi kau juga akan menjadi istri dari seorang yang juga sahabatku.”
“Jadi apa yang kau rasakan terhadap ku Dit?”
“Bahagialah Mita, karena kebahagiaanmu akan menjadi kebahagiaanku juga.”
“Kamu membingungkan ku Dit.” Tak terasa setetes air mata mengalir dari sela-sela mata Mita.
“Maafkan aku Mita.” Seraya memberi tisyu pada Mita. “Mungkin memang aku yang salah Mita. Aku tak pernah berani menyatakan perasaanku padamu. Aku hanya tak ingin merusak hubunganmu dengan Eric”
“Sudah lah Dit. Maaf, aku pulang saja.”
“aku harap kita tetap bisa menjadi sahabat seperti hari-hari yang lalu.”
Mita pun berlalu dari rumah Adit membawa setumpuk luka kekecewaan. Meskipun ia sadar, tak sepantasnya calon istri orang menyatakan rasa sayang kepada orang lain. Meskipun Adit merupakan sahabat yang sudah lama ia kenal.
* * *
Hari yang di tunggu akhirnya tiba. Hari dimana Mita akan menikah dengan Eric. Hari yang akan merubah seluruh kehidupan Mita. Meski dalam hati, Mita masih sangat mengharapkan Adit yang mendampinginya saat itu.
Adit datang tepat setelah Ijab Kabul di ucapkan Eric. Dengan segera ia mengucap selamat kepada kedua mempelai itu. “Jaga Mita baik-baik, jangan kau berani melukai hatinya.” Sedikit kata mulai berani terucap dari Adit.
“Dan Mita, bahagialah. Karena kamu memang pantas bahagia. Jangan mencari kebahagiaan lain. Karena belum tentu kamu akan merasa bahagia lebih dari kebahagiaan yang kini engkau miliki.”
Sesaat kemudian Adit berlalu meninggalkan tempat itu. Sembari teriring tetes-tetes airmata penyesalan yang ia rasa. Bukan karena orang yang ia sayang menikah dengan orang lain. Namun lebih karena ketidak beraniannya menyatakan rasa padanya.
* * *
Terkadang kita harus mengambil sebuah keputusan berani diantara keraguan-keraguan yang mendera kita. Mungkin kita takut akan suatu hal, tapi jangan pernah menjadikan itu suatu halangan.
Sesungguhnya kebahagiaan adalah hak yang senantiasa ada diantara kita. Hanya saja kita terkadang terlalu takut untuk mengambilnya.
* * *

Rabu, 25 April 2012

mencinta

ku mencintaimu
di setiap hembus nafasku
yang mendebarkan jantung
hingga mengungkap arti dalam sepi

ku mencintaimu
dalam setiap langkah
yang menuntun jalanku
menuju secercah kilauan cahaya

ku mencintaimu
saat ku terlelap
yang membuatku mengerti
akan sebuah ketulusan yang abadi

ku mencintaimu
saat ku terjaga
yang selalu menyadarkanku
betapa berarti setiap rasa

ku mencintaimu
dengan segenap hatiku
yang tak akan mungkin terganti
tetap terjaga hingga akhir nanti

Minggu, 22 April 2012

cerita hati

kala malam menyelimuti diri
gelap menemani sepi
membawa ingatan lalu
menyusup lirih
hingga tak teraba hati

angin kesedihan yang bertiup lembut
menyapa kegundahan hati nan rapuh
menemani sisa hari

lukaku telah membeku
tak pernah tersentuh mentari
hingga abadi tertelan sepi

berjalan pelan

ku berjalan pelan
menyusuri taman kenangan
dihiasi puluhan tangkai bunga kaca

ku berjalan pelan
meski robek tergores
darah tak jua mengalir membasahi

ku berjalan pelan
dalam kesendirian
dengan goresan tajam bunga kaca

ku berjalan pelan
meski sakit perih
ku masih tetap bersyukur
atas keindahan kelopak bunga kaca

sendiri ku

sendiri ku terperangkap sepi
tersudut di tepian hati
ketika tawa mulai pergi
meninggalkan ku tanpa peduli

sendiri ku terus menanti
mengharap suatu yang telah pergi
hingga hancur remuk redam

sendiri ku jalani hari
mungkinkah harap kan kembali
ketika hati tak lagi menanti
terpuruk ku menunggu mati

Selasa, 17 April 2012

hening

dalam diam tersimpan berjuta arti
penuh makna tak terungkap kata
yang menebar berjuta cerita

kala hati mulai rapuh
karna cerita lalu yang tak terengkuh
remuk redam dalam duka

mencoba bertahan di antara luka
meski darah tak jua mengalir
lara mulai merasuk
meragu
bimbang dalam hening ku

sepi'ku

terdiam ku di tepian kenangan
menatap kosong ke dalam kehampaan
hingga tetes demi tetes berlinangan
menyambut asa tak kunjung datang

terselip sesal diantara sepi
ketika mentari tak jua kembali
hingga gelap yang setia di sini

Senin, 16 April 2012

sebuah surat

Untuk
Ukhti 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji hanya layak bagi Allah, Tuhan alam semesta. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas junjungan kita Rasulullah, keluarga, sahabat, dan semua umat beliau hingga hari kiamat.
Tak lupa, semoga Allah senantiasa memberi perlindungan dan tentunya hidayah kepada Ukhti, serta kita semua, sehingga tetap menjadi bagian pengikut Rasulullah yang setia.
Saya agak bingung, juga ragu, harus dari mana saya merangkai kalimat yang pas dalam surat ini. Sebelum lebih banyak mengurai kata, tetapi terlebih dahulu saya memintta kelapangan hati Ukhti untuk memaafkan saya jika nantinya ada yang tidak pada tempatnya.
Emm… bagaimana ya? Koq rasanya sulit sekali mengeluarkan melalui tulisan ini. Apalagi kalau harus menyampaikan secara langsung, pasti akan semakin sulit. Atau, malah tak ada nyali hingga tidak terucap satu katapun. Begini saja, dengan mengucap Bismillah, saya ingin katakana dengan jujur dan semoga tulus bahwa saya tertarik kepada Ukhti. Jangan ditertawakan ya, kalau ungkapan saya terasa lucu dan langsung tembak seperti ini. Habis, saya benar-benar tidak mampu merangkai kalimat yang tepat. tapi, andai ditertawakan sekalipun  tak apa-apa juga sih. Saya toh tidak tau. Itu saja sudah membuat saya sangat malu. Terserah Ukhti mau mengartikan seperti apa ketertarikan saya itu. Jatuh hati atau jatuh cinta? Tapi, saya tidak main-main. Saya serius. Meskipun saya tak punya kata-kata indah untuk mengungkapkannya. Saya memang tak terbiasa. Ukhti mungkin juga tidak membutuhkannya.
Mungkin, Ukhti kaget. Bahkan, juga merasa aneh dengan pengakuan saya ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana cara yang tepat dalam bersikap. Tetapi saya tidak mau menahan untuk tidak mengungkapkannya. Saya hanya berbekal bahwa saya tidak bermaksud buruk.
Saya sadar ini tidak selayaknyasaya lakukan. Pertama, saya takut kalau perasaan saya seperti gayung tak bersambut. Saya belum tahu kemampuan diri saya menghadapi kenyataan seperti itu. Meskipun saya harus menyiapkan diri menghadapi kenyataan apapun. Saya hanya berharap semoga Allah yang nantinya menghibur saya.
Selanjutnya saya mencoba menghimpun kekuatan dan keyakinan diri. Bahwa saya bermaksud baik. Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat maksiat. Sehingga saya memberanikan diri untuk mengungkapkan hal ini kepada Ukhti. Semoga saya siap dengan segala resikonya. Resiko menerima takdir jika perasaan saya haru bertepuk sebelah tangan, termasuk resiko jika Ukhti membenci saya, karena mungkin bagi Ukhti hal ini sudah merupakan ajakan berbuat maksiat.
Saya hanya berharap tidak menjatuhkan hati saya kepada orang yang tidak tepat. kalaupun bertepuk sebelah tangan, mungkin saja hati saya masih terhibur karena saya jatuh hati pada orang yang layak hati ini dilabuhkan padanya, meskipun akhirnya kandas.
Saya serahkan kepada Ukhti mau menilai atau menganggap saya seperti apa. Kalau saya salah semoga Allah mengampuni ketergelinciran saya ini. Saya juga berharap Ukhti mau menegur dan meluruskan saya. Dan tentu saja, saya berharap Ukhti membuka pintu maaf seluas-luasnya. Saya sangat berbahagia jika Ukhti berkenan memberikan sepatah, dua patah kata sebagai respon atas ungkapan saya ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Akhuki Fillah
Ayit

kenangan

kala kata tanpa makna
mengalir deras dari tepian lisan
menebar aroma dosa
merengkuh nikmat sementara

kaca-kaca meleleh dari cermin jiwa
menggoreskan luka tanpa darah
mencabik tiap sisi demi sisi
menyusupkan sedih

ketika kata menjadi pedang
menggores tiap dinding kenangan
hingga habis tanpa sisa

menepis asa yang kian menghujam
merengkuh apa yang kian sirna
mencoba bertahan dalam galap
temani sepi nan kian menyelimuti

ketika ku mulai terbiasa
berteman sepi
meski terselip harap dalam hati

aku muak dengan ini
semua yang telah kau beri
semua yang hilang bersamamu

aku benci dengan keadaan
dimana angin memindahkan awan
ketika ombak menghapus kata

aku memang bukan siapa-siapa
bukan apa dan siapa aku ada
bukan harap yang mencipta
namun pedang yang menghujam
menjadi luka tak berdarah

aku ingin bebas
ketika hati terpenjara
menangis lirih dalam hening

ku mengharap suatu yang tak pasti
ketika bidadari mulai menghampiri
merangkul diri nan tersakiti
memeluk dalam sayap penuh duri

kata tanpa makna yang dulu terucap
kini menjadi benar tak berarti
setelah sekian lama menanti
hingga kaca-kaca meleleh karenanya

kata indah kini tak ku mengerti
tertutup luka yang semakin parah

menangis dan hanya menangis
mencoba tabah
mencoba mencari pembenar
meski salah yang selalu tersebar