Senin, 16 April 2012

sebuah surat

Untuk
Ukhti 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji hanya layak bagi Allah, Tuhan alam semesta. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas junjungan kita Rasulullah, keluarga, sahabat, dan semua umat beliau hingga hari kiamat.
Tak lupa, semoga Allah senantiasa memberi perlindungan dan tentunya hidayah kepada Ukhti, serta kita semua, sehingga tetap menjadi bagian pengikut Rasulullah yang setia.
Saya agak bingung, juga ragu, harus dari mana saya merangkai kalimat yang pas dalam surat ini. Sebelum lebih banyak mengurai kata, tetapi terlebih dahulu saya memintta kelapangan hati Ukhti untuk memaafkan saya jika nantinya ada yang tidak pada tempatnya.
Emm… bagaimana ya? Koq rasanya sulit sekali mengeluarkan melalui tulisan ini. Apalagi kalau harus menyampaikan secara langsung, pasti akan semakin sulit. Atau, malah tak ada nyali hingga tidak terucap satu katapun. Begini saja, dengan mengucap Bismillah, saya ingin katakana dengan jujur dan semoga tulus bahwa saya tertarik kepada Ukhti. Jangan ditertawakan ya, kalau ungkapan saya terasa lucu dan langsung tembak seperti ini. Habis, saya benar-benar tidak mampu merangkai kalimat yang tepat. tapi, andai ditertawakan sekalipun  tak apa-apa juga sih. Saya toh tidak tau. Itu saja sudah membuat saya sangat malu. Terserah Ukhti mau mengartikan seperti apa ketertarikan saya itu. Jatuh hati atau jatuh cinta? Tapi, saya tidak main-main. Saya serius. Meskipun saya tak punya kata-kata indah untuk mengungkapkannya. Saya memang tak terbiasa. Ukhti mungkin juga tidak membutuhkannya.
Mungkin, Ukhti kaget. Bahkan, juga merasa aneh dengan pengakuan saya ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana cara yang tepat dalam bersikap. Tetapi saya tidak mau menahan untuk tidak mengungkapkannya. Saya hanya berbekal bahwa saya tidak bermaksud buruk.
Saya sadar ini tidak selayaknyasaya lakukan. Pertama, saya takut kalau perasaan saya seperti gayung tak bersambut. Saya belum tahu kemampuan diri saya menghadapi kenyataan seperti itu. Meskipun saya harus menyiapkan diri menghadapi kenyataan apapun. Saya hanya berharap semoga Allah yang nantinya menghibur saya.
Selanjutnya saya mencoba menghimpun kekuatan dan keyakinan diri. Bahwa saya bermaksud baik. Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat maksiat. Sehingga saya memberanikan diri untuk mengungkapkan hal ini kepada Ukhti. Semoga saya siap dengan segala resikonya. Resiko menerima takdir jika perasaan saya haru bertepuk sebelah tangan, termasuk resiko jika Ukhti membenci saya, karena mungkin bagi Ukhti hal ini sudah merupakan ajakan berbuat maksiat.
Saya hanya berharap tidak menjatuhkan hati saya kepada orang yang tidak tepat. kalaupun bertepuk sebelah tangan, mungkin saja hati saya masih terhibur karena saya jatuh hati pada orang yang layak hati ini dilabuhkan padanya, meskipun akhirnya kandas.
Saya serahkan kepada Ukhti mau menilai atau menganggap saya seperti apa. Kalau saya salah semoga Allah mengampuni ketergelinciran saya ini. Saya juga berharap Ukhti mau menegur dan meluruskan saya. Dan tentu saja, saya berharap Ukhti membuka pintu maaf seluas-luasnya. Saya sangat berbahagia jika Ukhti berkenan memberikan sepatah, dua patah kata sebagai respon atas ungkapan saya ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Akhuki Fillah
Ayit

6 komentar: