Rabu, 25 April 2012

mencinta

ku mencintaimu
di setiap hembus nafasku
yang mendebarkan jantung
hingga mengungkap arti dalam sepi

ku mencintaimu
dalam setiap langkah
yang menuntun jalanku
menuju secercah kilauan cahaya

ku mencintaimu
saat ku terlelap
yang membuatku mengerti
akan sebuah ketulusan yang abadi

ku mencintaimu
saat ku terjaga
yang selalu menyadarkanku
betapa berarti setiap rasa

ku mencintaimu
dengan segenap hatiku
yang tak akan mungkin terganti
tetap terjaga hingga akhir nanti

Minggu, 22 April 2012

cerita hati

kala malam menyelimuti diri
gelap menemani sepi
membawa ingatan lalu
menyusup lirih
hingga tak teraba hati

angin kesedihan yang bertiup lembut
menyapa kegundahan hati nan rapuh
menemani sisa hari

lukaku telah membeku
tak pernah tersentuh mentari
hingga abadi tertelan sepi

berjalan pelan

ku berjalan pelan
menyusuri taman kenangan
dihiasi puluhan tangkai bunga kaca

ku berjalan pelan
meski robek tergores
darah tak jua mengalir membasahi

ku berjalan pelan
dalam kesendirian
dengan goresan tajam bunga kaca

ku berjalan pelan
meski sakit perih
ku masih tetap bersyukur
atas keindahan kelopak bunga kaca

sendiri ku

sendiri ku terperangkap sepi
tersudut di tepian hati
ketika tawa mulai pergi
meninggalkan ku tanpa peduli

sendiri ku terus menanti
mengharap suatu yang telah pergi
hingga hancur remuk redam

sendiri ku jalani hari
mungkinkah harap kan kembali
ketika hati tak lagi menanti
terpuruk ku menunggu mati

Selasa, 17 April 2012

hening

dalam diam tersimpan berjuta arti
penuh makna tak terungkap kata
yang menebar berjuta cerita

kala hati mulai rapuh
karna cerita lalu yang tak terengkuh
remuk redam dalam duka

mencoba bertahan di antara luka
meski darah tak jua mengalir
lara mulai merasuk
meragu
bimbang dalam hening ku

sepi'ku

terdiam ku di tepian kenangan
menatap kosong ke dalam kehampaan
hingga tetes demi tetes berlinangan
menyambut asa tak kunjung datang

terselip sesal diantara sepi
ketika mentari tak jua kembali
hingga gelap yang setia di sini

Senin, 16 April 2012

sebuah surat

Untuk
Ukhti 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji hanya layak bagi Allah, Tuhan alam semesta. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas junjungan kita Rasulullah, keluarga, sahabat, dan semua umat beliau hingga hari kiamat.
Tak lupa, semoga Allah senantiasa memberi perlindungan dan tentunya hidayah kepada Ukhti, serta kita semua, sehingga tetap menjadi bagian pengikut Rasulullah yang setia.
Saya agak bingung, juga ragu, harus dari mana saya merangkai kalimat yang pas dalam surat ini. Sebelum lebih banyak mengurai kata, tetapi terlebih dahulu saya memintta kelapangan hati Ukhti untuk memaafkan saya jika nantinya ada yang tidak pada tempatnya.
Emm… bagaimana ya? Koq rasanya sulit sekali mengeluarkan melalui tulisan ini. Apalagi kalau harus menyampaikan secara langsung, pasti akan semakin sulit. Atau, malah tak ada nyali hingga tidak terucap satu katapun. Begini saja, dengan mengucap Bismillah, saya ingin katakana dengan jujur dan semoga tulus bahwa saya tertarik kepada Ukhti. Jangan ditertawakan ya, kalau ungkapan saya terasa lucu dan langsung tembak seperti ini. Habis, saya benar-benar tidak mampu merangkai kalimat yang tepat. tapi, andai ditertawakan sekalipun  tak apa-apa juga sih. Saya toh tidak tau. Itu saja sudah membuat saya sangat malu. Terserah Ukhti mau mengartikan seperti apa ketertarikan saya itu. Jatuh hati atau jatuh cinta? Tapi, saya tidak main-main. Saya serius. Meskipun saya tak punya kata-kata indah untuk mengungkapkannya. Saya memang tak terbiasa. Ukhti mungkin juga tidak membutuhkannya.
Mungkin, Ukhti kaget. Bahkan, juga merasa aneh dengan pengakuan saya ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana cara yang tepat dalam bersikap. Tetapi saya tidak mau menahan untuk tidak mengungkapkannya. Saya hanya berbekal bahwa saya tidak bermaksud buruk.
Saya sadar ini tidak selayaknyasaya lakukan. Pertama, saya takut kalau perasaan saya seperti gayung tak bersambut. Saya belum tahu kemampuan diri saya menghadapi kenyataan seperti itu. Meskipun saya harus menyiapkan diri menghadapi kenyataan apapun. Saya hanya berharap semoga Allah yang nantinya menghibur saya.
Selanjutnya saya mencoba menghimpun kekuatan dan keyakinan diri. Bahwa saya bermaksud baik. Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat maksiat. Sehingga saya memberanikan diri untuk mengungkapkan hal ini kepada Ukhti. Semoga saya siap dengan segala resikonya. Resiko menerima takdir jika perasaan saya haru bertepuk sebelah tangan, termasuk resiko jika Ukhti membenci saya, karena mungkin bagi Ukhti hal ini sudah merupakan ajakan berbuat maksiat.
Saya hanya berharap tidak menjatuhkan hati saya kepada orang yang tidak tepat. kalaupun bertepuk sebelah tangan, mungkin saja hati saya masih terhibur karena saya jatuh hati pada orang yang layak hati ini dilabuhkan padanya, meskipun akhirnya kandas.
Saya serahkan kepada Ukhti mau menilai atau menganggap saya seperti apa. Kalau saya salah semoga Allah mengampuni ketergelinciran saya ini. Saya juga berharap Ukhti mau menegur dan meluruskan saya. Dan tentu saja, saya berharap Ukhti membuka pintu maaf seluas-luasnya. Saya sangat berbahagia jika Ukhti berkenan memberikan sepatah, dua patah kata sebagai respon atas ungkapan saya ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Akhuki Fillah
Ayit

kenangan

kala kata tanpa makna
mengalir deras dari tepian lisan
menebar aroma dosa
merengkuh nikmat sementara

kaca-kaca meleleh dari cermin jiwa
menggoreskan luka tanpa darah
mencabik tiap sisi demi sisi
menyusupkan sedih

ketika kata menjadi pedang
menggores tiap dinding kenangan
hingga habis tanpa sisa

menepis asa yang kian menghujam
merengkuh apa yang kian sirna
mencoba bertahan dalam galap
temani sepi nan kian menyelimuti

ketika ku mulai terbiasa
berteman sepi
meski terselip harap dalam hati

aku muak dengan ini
semua yang telah kau beri
semua yang hilang bersamamu

aku benci dengan keadaan
dimana angin memindahkan awan
ketika ombak menghapus kata

aku memang bukan siapa-siapa
bukan apa dan siapa aku ada
bukan harap yang mencipta
namun pedang yang menghujam
menjadi luka tak berdarah

aku ingin bebas
ketika hati terpenjara
menangis lirih dalam hening

ku mengharap suatu yang tak pasti
ketika bidadari mulai menghampiri
merangkul diri nan tersakiti
memeluk dalam sayap penuh duri

kata tanpa makna yang dulu terucap
kini menjadi benar tak berarti
setelah sekian lama menanti
hingga kaca-kaca meleleh karenanya

kata indah kini tak ku mengerti
tertutup luka yang semakin parah

menangis dan hanya menangis
mencoba tabah
mencoba mencari pembenar
meski salah yang selalu tersebar